Cara Menyadari Kelebihan yang Kita Miliki

Tulisan ini saya Ambil dari catatan Prof. Ahmad Thib Raya, MA di facebooknya.. Semoga bisa menberikan manfaat.

Selamat Membaca..


BAGAIMANA CARA MENYADARI KELEBIHAN YANG KITA MILIKI?

Dari tulisan saya yang diposting kemarin ada salah seorang fans di FB, Oka Putra, yang memberi komentar. Ini komentarnya: "Tulisan yg sangat mencerahkan, sehingga seakan tak ada celah utk dikritisi prof. Namun sy ingin coba sedikit bertanya, bagaimana ketika kelebihan yang dimiliki itu belum kita sadari, apakah ada standar kelebihan yg prof maksud???selain dari contoh yang disebutkan, serta supaya kita mampu awet atau istiqomah dalam mengamalkannya?? bukankah godaan itu akan selalu ada!sehingga begitu mudahnya kita cepat puas dgn apa yang telah kita amalkan."

Dari komentarinya itu saya dapat merumuskan 3 hal yang harus saya jelaskan lagi, yaitu: 
1. Bagaimana ketika kelebihan yang dimiliki itu belum kita sadari? 
2. Apakah ada standar kelebihan yang dimaksud? 
3. Apa yang harus dilakukan agar kita mampu awet dan istiqamah dalam mengamalkannya? Sebab godaan selalu dan kita selalu cepat puas.
Tiga pertanyaan itu sungguh berat menurut saya. Tetapi saya akan mencoba menjawab dan menjelaskannya sesuai kemampuan saya.

Para sahabat FB yang terhormat. Setiap manusia dalam pandangan saya memiliki kelebihan, demikian pula pandangan agama. Tidak ada manusia yang tidak memiliki kelebihan. Setiap orang ada kelebihan dari orang lain. Siapa pun dia ada kelebihannya. Anda harus bangga dengan prinsip itu. Cara menemukan dan menyadari kelebihan Anda adalah dengan melihat dan memperhatikan orang-orang yang ada di bawah Anda di sekitar Anda, yang kelebihannya lebih kurang dari kelebihan Anda, atau tidak memiliki kelebihan seperti yang Anda miliki. Artinya, ukurlah kelebihan Anda dengan kelebihan yang dimiliki oleh orang lain di bawah ini. Di situ Anda menemukan kelebihan Anda. Sebab, masih banyak orang yang yang kondisi kehidupannya berada di bawah Anda.

Jangan melihat dan memperhatikan kepada orang yang kelebihannya lebih besar atau lebih baik daripada Anda. Kalau itu yang Anda lakukan, maka Anda akan menemukan kekurangan Anda dan pada saat itu pula Anda menyadari bahwa Anda tidak memiliki kelebihan. Pada yang pertama Anda menemukan kelebihan Anda karena bandingannya dengan orang yang ada di bawah Anda. Sedangkan pada yang kedua, Anda tidak menemukan kelebihan Anda, karena bandingannya dengan orang yang ada di atas Anda, atau lebih hebat daripada Anda. Artinya, ukurlah diri Anda dengan orang yang keadaannya di bawah Anda, jangan ukur diri Anda dengan orang yang keadaannya di atas Anda. Kalau sudah itu Anda lakukan, in syaa Allah Anda akan menemukan kelebihan Anda itu.

Sebagai ilustrasi saya memberikan contoh. Anda akan menyadari diri Anda kaya atau mempunyai kelebihan kalau Anda mengukurnya dengan orang yang kekayaannya lebih kurang dari Anda. Anda tinggal di sebuah rumah kecil yang Anda beli dengan gaji Anda sendiri. Di sekitar Anda, Anda menyaksikan banyak orang yang tinggal di rumah kosan, dan rumah kontrakan, yang besarnya sama dengan rumah Anda sendiri. Pada saat itulah Anda harus sadar bahwa Anda lebih kaya atau memiliki kelebihan daripada orang-orang yang sudah disebutkan tadi. Bandingannya lagi, mereka yang tinggal di rumah kosan, atau kontrakan tadi masih memeiliki kelebihan karena dia sanggup menyewa kosan atau rumah kontrakan. Sementara masih banyak orang yang tidak sanggup berbuat seperti itu. Masih banyak orang yang tinggal di bawah jembagan. Pelajaran ini juga sebenarnya membuat kita syukur atas nikmat Allah yang dianugerahkan kepada kita.

Saya ingat sabda Rasulullah: "Pandanglah kepada orang yang lebih rendah (kedudukan, posisi, kondisi kehidupan, dll.) daripada kamu. Janganlah memandang kepada orang yang lebih tinggi (kedudukan, posisi, kondisi kehidupan, dll.) daripada kamu. Itu adalah lebih baik bagi kamu, sehingga kamu dapat menyukuri nikmat Allah yang ada padamu."

2. Apakah ada standar kelebihan yang dimaksud? Ada standarnya. Standarnya bukan pada ukuran angka, bukan pula diukur dengan meteran atau alat ukur apa pun. Standarnya adalah tergantung pada nilai, value yang ada diri kita. Cara mengukur nilai itu, dari nilai yang ada pada diri kita, atau kelebihan yang ada pada kita kepada nilai atau kelebihan yang ada pada orang yang ada di bawah kita. Kalau Anda mengukur nilai diri Anda dengan orang yang di bawah Anda, hasilnya Anda akan berkata, bahwa "Saya memiiliki kelebihan." Kalau Anda mengukur diri Anda dengan orang yang di atas Anda, maka Anda tidak sanggup mengukurnya. Kalaupun Anda sanggup, Anda akan sampai kepada kesimpulan: "Saya tidak memiliki kelebihan."

Ini juga adalah cara yang dituntunkan oleh Allah dan rasul-Nya dalam mengukur diri kita dengan orang lain. Ketika Anda menyadari bahwa Anda memiliki kelebihan dari orang lain, Anda tidak akan sombong dengan kelebihan itu. Ketika Anda menyadari bahwa Anda tidak memeiliki kelebihan karena bandingannya dengan orang yang memliki kelebihan dari Anda, maka pada saat itulah Anda akan bersyukur atas nikmat yang Anda terima itu.

3. Apa yang harus kita lakukan agar kita awet dan istiqamah dalam mengamalkannya? Yang harus dilakukan adalah: dengan bertakwa kepada Allah, mendekatkan diri kepada-Nya, dan selalu mengingat-Nya. Dengan selalu mengingat-Nya, semua nikmat-Nya yang ada pada diri kita selalu kita ingat sekecil apa pun nikmat itu. Dengan selalu meningat-Nya, kelebihan yang kita miliki, apa pun kelebihan itu, bahkan setinggi, sebesar, seluas apa pun kelebihan itu, semuanya adalah anugerah Allah yang menjadikan kita lebih dari orang lain. Kesadaran ini pula yang akan membuat kita merendah, tidak sombong, dan tidak lupa daratan. Sadarilah bahwa semua itu bersifat sementara.

Demikian penjelasan saya kepada sahabat saya, Oka Putra. Semoga penjelasan saya merupakan hidayah dari Allah untuk kita semua. Hanya Allah yang Maha Benar dan Yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang benar. Semoga ada manfaatnya juga bagi sahabat-sahabat, para pembaca di FB. Aamiin. Wallaahu a'lam bi al-shawaab. Jakarta- Matraman, Ahad pagi, tanggal 13 Desember 2015.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khutbah Jumat; Menepati Janji

Profil Singkat KH. Muhammad Bakhiet

SYAIR ABU NAWAS