KAIDAH-KAIDAH TAFSIR AL-QUR'AN

A. Pengertian Kaidah-kaidah Penafsiran Al Qur’an
Kaidah-kaidah tafsir, dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qawa’id al tafsir. Qawaid merupakan bentuk jamak dari qaidah yang berarti undang-undang, peraturan dan asas.

Menurut Qurais Shihab komponen kaidah-kaidah penafsiran Al Qur’an mencakup: 
1. Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam menafsirkan Al-Quran 
2. Sistematika yang hendaknya ditempuh dalam menguraikan penafsiran
3. Patokan-patokan khusus yang membantu pemahaman ayat-ayat Al-Quran, baik dari ilmu-ilmu bantu seperti bahasa dan ushul fiqh, maupun yang ditarik langsung dari penggunaan Al-Quran. 

B. Macam-macam kaidah-kaidah penafsiran Al Qur'an
1. Kaidah Dasar
a. Kaidah Al Qur’an
1) Kaidah Quraniyah ialah penafsiran al-Quran yang diambil oleh ulumul quran dari al-Quran. 
2) Kandungan suatu ayat yang memiliki keterkaitan dengan nama Allah menunjukan bahwa hukum yang terkandung ber­kaitan dengan nama yang mulia
3) Kaidah yang bertalian dengan mutasyabihat dan muhkamat

b. Kaidah Sunnah
c. Kaidah Perkataan Sahabat
d. Kaidah Perkataan Tabi’in

2. Kaidah Umum
Berikut ini adalah beberapa contoh penerapan kaidah umum penafsiran Al Qur’an :
a. Dlamir (kata ganti)
Kaidah yang berkaitan dengan dhamir terdari dari:
1) Pada dasarnya dhamir diletakkan untuk mempersingkat perkataan
2) Setiap dhamir harus punya marji’ sebagai tempat kembalinya
3) Pada dasarnya dhamir itu kembali pada tempat yang paling dekat

b. Penggunaan isim ma’rifat dan isim Nakirah
Penggunaan ism al-ma’rifat mempunyai beberapa fungsi yang berbeda sesuai dengan macamnya;
1) Ta’rif dengan ism dhamir berfungsi untuk menunjukkan keadaan
2) Tarif dengan nama berfungsi untuk menghadirkan pemilik nama itu dalam hati pendengar dengan cara menyebutkan namanya yang khas, memuliakan (Q.S. 48:29) dan juga menghinakan (Q.S. 111:1)
3) Ta’rif dengan ism al-isyarat (kata tunjuk) berfungsi untuk menjelaskan bahwa sesuatu yang ditunjuk itu jelas (Q.S. 31:11), menjelaskan keadaannya dengan menggunakan kata tunjuk jauh (Q.S. 2:5), menghinakan dengan memakai kata tunjuk dekat (Q.S. 29:64), memuliakan dengan memakai kata tunjuk jauh (Q.S. 2:2), dan mengingatkan bahwa sesuatu yang ditunjuk yang diberi beberapa sifat itu sangat layak dengan sifat yang disebutkan sesudah ism isyarat tersebut (Q.S. 2:2-5)

4) Ta’rif dengan ism mausul (kata ganti penghubung) berfungsi untuk menunjukkan tidak disukainya menyebutkan nama sebenarnya untuk menutupi atau sebab lain (Q.S. 12:23), untuk menunjukkan arti umum (Q.S. 29-69), untuk meringkas kalimat (Q.S. 33:69)

5) Ta’rif dengan alif-lam berfungsi untuk menunjukkan sesuatu yang sudah diketahui karena telah disebutkan (Q.S. 24:35), menunjukkan sesuatu yang sudah diketahui pendengar (Q.S. 48:18), menunjukkan sesuatu yang sudah diketahui karena ia hadir pada saat itu (Q.S. 5:3), mencakup semua satuannya (Q.S. 103:2), menunjukkan segala karakteristik jenis (Q.S. 2:2), menerangkan esensi, hakikat dan jenis (Q.S. 21:30).

c. Pengulangan Kata Benda (isim)
Apabila sebuah ism disebutkan dua kali maka dalam hal ini ada empat kemungkinan, yakni keduanya makrifah, keduanya nakirah, yang pertama nakirah sedang yang kedua makrifah , dan yang pertama makrifah dan yang kedua nakirah. Adapun kaidahnya adalah sebagai berikut:
1) Apabila kedua-duanya makrifah maka pada umumnya yang kedua adalah hakikat yang pertama (Q.S. 1:6-7)
2) Apabila keduanya nakirah, maka yang kedua biasanya bukan yang pertama (Q.S. 30:54)
3) Jika yang pertama nakirah dan yang kedua makrifah berarti, karena itulah yang sudah diketahui (Q.S. 73:15-16)
4) Jika yang pertama makrifah dan yang kedua nakirah, berarti apa yang dimaksudkan bergantung pada qarinah hal mana terkadang qarinah menunjukkan bahwa keduanya itu berbeda (Q.S. 39:27-28)

d. Mufrad dan Jamak
Dalam al-Qur’an ada sebagian kata yang berbeda penggunaannya ketika berada dalam bentuk mufrad dan jamak. Adapun kaidahnya adalah sebagai berikut:

1) Kata al-rih/angin, dalam bentuk jamak berarti rahmat, sedangkan dalam bentuk mufrad berarti adzab. Hal ini menunjukkan bahwa rahmat Allah dimaknai lebih luas dari pada adzab-Nya

2) Kata al nur/ cahaya dan sabil al-haq/jalan kebenaran selalu dalam bentuk mufrad, sedangkan kata al-dzulumat/keburukan dan sabil al-bathil / jalan kesesatan selalu dalam bentuk jamak. Ini menunjukkan bahwa jalan kebenaran hanya satu sedangkan jalan kebatilan sangat beragam. 

e. Mutaradif (kata yang seolah-olah sama)
Dalam Al Qur’an banyak kata yang memiliki makna yang sama, namun seorang mufasir harus jeli dalam melihatnya, karena kata-kata tersebut seringkali memiliki makna yang berbeda. Beberapa kata yang termasuk dalam kaidah ini antara lain:

1) al-khauf dan al-khasyyah yang berarti takut. Kata al-khasyah digunakan untuk menunjukkan rasa takut yang timbul karena agungnya pihak yang ditakuti meskipun pihak yang mengalami takut itu seorang yang kuat. Sedangkan kata al-khauf berarti rasa takut yang muncul karena lemahnya pihak yang merasa takut kendati pihak yang ditakuti itu merupakan hal yang kecil.

2) al-syuhh dan al bukhl yang berarti kikir. Al-syuhh memiliki makna yang lebih dalam, yakni kikir yang disertai dengan ketamakan. Sedangkan al-bukhl hanya kikir saja.

f. Pertanyaan dan Jawaban
Pada dasarnya jawaban itu harus sesuai dengan pertanyaan. Apabila terjadi penyimpangan dari pertanyaan yang dikehendaki, hal ini mengingatkan bahwa jawaban itulah yang seharusnya ditanyakan.(Q.S. 2: 189)

3. Kaidah Khusus 
a. Masalah Nalar dan Bukan Nalar
b. Qath’i dan Dzani
c. Takwil

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khutbah Jumat; Menepati Janji

Profil Singkat KH. Muhammad Bakhiet

SYAIR ABU NAWAS