MAKNA JIWA YANG TENANG

JIwa di dalam bahasa Indonesia mengandung 7 pengertian. Di antaranya adalah 1) roh manusia (yang ada di calam tubuh dan menyebabkan seseorang hidup). 2) seluruh kehidupan batin manusia (yang terjadi darimperasaan, pikiran, angan-angan, dsb), dan 3) daya hidup irang atau makhluk hidup lainnya. Saya kurang setuju dengan lengertian pertama, yaitu ruh manusia.


Di dalam bahasa Arab pengertian jiwa lebih tegas dibandingkan di dalam bahasa Indonesia. Ruh dibedakan maknanya dari kata jiwa. Ruh adalah kekuatan yang memberi kehidupan bagi Manusia. Manusia tidak akan bisa hidup tanpa ruh. Ketika ruh itu berpisah dari tubuh, maka ketika itu manusia itu mati. Jiwa adalah nafsu, yaitu kekuatan yang ada di dalam ruh itu, yang mendorong manusia untuk berbuat, bertindak, dan melakukan segala sesuatu. Oleh sebab itu jiwa itu adalah bahagian dari ruh. Ketika ruh itu tidak ada di dalam badan, maka ketika itu jiwa sudah tidak ada lagi. Ruh berrsifat pasif, sedangkan jiwa bersifat aktif.

Jiwa itu sangat dinamis, bergerak terus selama manusia hidup. Jiwa adalah kekuatan yang menggerakkan manusia untuk bergerak. Tanpa jiwa manusia tidak dapat bergerak. Anda ingin belajar karena dorongan jiwa, atau nafsu. Keinginan Anda untuk kekuar dari rumah oada pagi hari adalah dorongan dari jiwa Anda. Keknginan untuk melakukan apa saja adalah dorongan dari jIwa. Gerakan jiwa tertuju ke berbagai arah dan penjuru, baik ke arah yang baik maupun ke arah yang tidak baik.

Dari sisi inilah ulama tasawwuf dan para sufi membagi jiwa, nafsu itu kepada dua bahagian, yaitu nafsu, jiwa yang mendorong manusia kepada keburukan dan jiwa yang mendorong manusia kepada kebaikan. Doringan kedua jiwa itu mengasilkan dua hal, yaitu hasil yang baik dan hasil yang buruk.
Dari 3 pengertian itu dapat disimpulkan bahwa jiwa adalah daya dalam kehidupan manusia.

Dari sini dapat dikatakan bahwa jiwa itu sangat liar. Dia mengarah ke arah yang dituju sesuai dengan dorongan keinginan itu, boleh ke arah hang baik dan boleh ke arah yang buruk. Jiwa manusia seyogianya harus diarahkan kepada hal-hal yang baik. Sebab, hasil yang dihasilnya adalah yang baik-baik. Jiwa manusia tidak boleh menjadi liar. Jiwa yang liar adalah jiwa yang tidak tenang. Jiwa yang tenang adalah jiwa yang senantiasa menerima pancaran nur ilahi, pancaran nur kebaikan, sehingga tidak ada arah yang dituju oleh jiwa itu kecuali kepada hal-hal yang baik dan kelada kebaikan.

Agar jiwa mendapatkan pancaran ilahi, maka jiwa didekatkan kepada zat yang dapat memberikan pancaran itu. Jiwa harus harus ditundukkan untuk senantiasa dekat keoada zat yang Maha Memberi Hidayah, yaitu Allah swt. Sebenarnya terlalu gampang untuk mengatakan bahwa cara untuk mendekatkan diri keoada Allah adalah berzikir, selalu megingat dan menyebut nama2Nya. Sebutan cikir itu terlalu kompleks dan umumnya pengertian, yaitu mencakup segala aktivitas manusia, baik dalam bentuk niat di dalam hati, dalam bentuk ucapan, maupun dalam bentuk perbuatan. Orang2 yang selalu menyebut nama Allah hati selalu selalu tenang.

Kenangan jiwa harus bersumber dari Yang Maha Memberikan ketenangan jiwa. Nabi Ibrahim pernah mengalami kegoncangan jiwanya karena beliau tidak tahu parsis bagaimana cara Allah menghidupkan orang yang sudah meninggal dunia. Allah laku bertanya, apakah engkau tidak mempercapayi kekuasaan-Ku, untuk menghidupkan mereka wahai Ibrahim? Ibrahim menjawab, tidak ada keraguan ku tentang iku, tetapi aku ingin agar hatiku menjadi tenang. Lalu Allah menunjukkan keoada Ibrahim kekuasaannya itu.

Kalau hati Anda galau karena sesuatu maka dekatlah kelada Allah dengan mengkngat-Nya, menyebut nama2Nya dan dengan beribadah keoada-Nya. Kalau anda menghadapi masalah, dan hati Anda menjadi gelusah karenanya, maka berzikirlah kepada Allah. Dalam segala keadaan Anda yang tidak tenang, maka satu2nya cara Anda untuk jeluar dari situ adalah dengan berzikir kepada Allah. Kata Allah di dalam Al-Qur'an: Ingatlah keoada Allah, karena dengan meningat-Nya hati menjadi tenang.

Semoga kita menjadi manusia yang mampu menjadikan hati kita tenang dan Allah selalu memberi kekuatan kepada kita untuk senantiasa meningat Allah, menyebut nama2Nya, beribadah kepada-Nya sehingga hati kita tidak hanya tenang di dunia, tetapi juga tenang di akhirat. Aamiin. 
Wallaahu a'lam bi al-shawaab.
Oleh: Prof. Ahmad Thib Raya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khutbah Jumat; Menepati Janji

Profil Singkat KH. Muhammad Bakhiet

SYAIR ABU NAWAS