Syariat Islam Tidak Perlu diformalkan

Jihad saat ini bukan dengan mengangkat pedang atau senapan. Jihad di jaman ini adalah jihad ekonomi, pedang ekonomi dan pendidikan. Musuh utama kita adalah kemiskinan, kebodohan, fanatisme dan lemahnya keyakinan, bukan ‘nonMuslim’. Dan itu semua menjadi sebab tumbuh terorisme.
Ayat-ayat tentang qital (perang) seluruhnya bersifat depensif; mempertahankan diri baik dari serangan nyata baik potensi yang membahayakan. Tidak ada dalam sejarahnya Rasulullah Saw. membunuh nonMuslim apalagi Muslim. Rasul menjaga hak hidup bangsa-bangsa, nonMuslim sekalipun.

Yang menjadikan 1 orang/kelompok/komunitas/bangsa sah diperangi bukan karena ia nonMuslim melainkan ‘al-harabah/harbi’; melakukan penyerangan. Dalam Piagam Madinah Rasulullah Saw. menjamin kebebasan beragama antara Muslim, Yahudi dan keyakinan lainnya. Dengan komitmen yang sama.

Kita juga perlu melihat sejarah, formalisasi syariat dalam sebuah negara, apapun namanya tidak efektif dalam transformasi agama dalam masyarakat. Bandingkan proses Islamisasi di Andalusia dan Indonesia. Islamisasi di Andalusia dengan formal kekuasaan, Indonesia melalui kebudayaan.

Indonesia dijajah sejak tahun 1500 oleh Portugis, Belanda dan Jepang, penduduk Muslim 99%. Dan Anda lihat bagaimana fakta di Andalus! Andalusia yang mempunyai ulama kaliber Ibn Malik, Ibn Rusydi dll, luluh lantah. Masih mau memformalkan syariat Islam?

Tidak ada Negara Muslim yang bebas melakukan praktik keagamaan sebaik Indonesia, HTI bebas berteriak, NU, Muhammadiyah, dll berdampingan. Negara Islam itu ilusi, bagaimana mungkin menghilangkan batas-batas teritorial dan menggantinya dengan khilafah. Perebutan 1 pulau saja berpuluh-puluh tahun.

Persoalan semacam ini yang membuat banyak negara Islam sangat tertinggal dalam segala aspek. Pemimpinnya sibuk mengurusi muslim-muslim radikal. Energinya habis untk melawan bangsa sendiri; terorisme, radikalisme, fanatisme dan perang saudara antara Sunni-Syi’ah. Kapan membangun?

Umat Islam bebas melakukan aktifitas keagamaan, UUD menjamin dan negara melindungi. Jika ada yang kurang mari kita perbaiki bertahap. Jangan beri kesempatan sekecil apapun perpecahan, jaga NKRI. Satu kali mereka tumbuh, maka kita menambah ‘daftar’: Afganistan, Irak, Syiria, Mesir.

Perbedaan itu dinamika, pedang, senapan dan bom bukan penyelesaian. Negara ini sesuai dengan syariat, cukup, dan tidak perlu diformalkan. Al-Quran mengajarkan toleransi: “Janganlah kalian memaki sesembahan yang mereka sembah...” (QS. al-An’am ayat 108). Ini untuk nonMuslim, bagaimana dengan Muslim?

Mari rekatkan persaudaraan dan persatuan. Rajut keutuhan NKRI. Hormati pemimpin, aparat, TNI-POLRI dan pemerintah, rawat kebinekaan. Kita jaga negara tercinta ini. NKRI harga mati, NKRI harga mati, NKRI harga mati, NKRI harga mati. Teriakkan itu dimanapun/kapanpun. Bersama kita menyongsong hari yang lebih baik. Dengan kebersamaan kita akan selalu optimis. Sekali lagi NKRI harga mati.

Sumber: Kultweet Habib Luthfi bin Yahya, Rais ‘Am Jam’iyyah Ahl Thariqah Mu’tabarah an-Nahdhiyah (JATMAN): @HabibluthfiYahy 4 Agustus 2014.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khutbah Jumat; Menepati Janji

Profil Singkat KH. Muhammad Bakhiet

SYAIR ABU NAWAS