Makna Menangis dalam Islam

Menangis dalam istilah bahasa Arab adalah al-Buka', berasal dari kata Bakaa – yabkii – bukaa-an بكى، يبكي، بكاءً)) yang artinya mengalirkan air mata karena berduka atau sedih. Dalam kamus Al-Wasith Al-Mu'jam juga disebutkan bahwa Al-Buka' berari menangisi orang mati.

Berdasarkan sebabnya, menangis terbagi menjadi dua macam, yaitu menangis karena sedih dan menagis karena bahagia. Konon katanya, salah satu ciri seseorang menangis karena bahagia adalah dilihat dari dingin atau panasnya air mata yang dikeluarkan. Kalau air matanya dingin, maka tangisan itu menunjukkan kesedihan yang mendalam. Sedangankan jika air mata tersebut panas, maka tangisan tersebut menunjukkan adanya pancaran kebahagiaan. 

Sedangakan dilihat dari segi hukumnya, menangis terbagi menjadi tiga macam. Pertama adalah menangis yang disunnahkan, yaitu seseorang yang menangis karena takut kepada Allah, takut akan siksa dan adzab-Nya. Dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Tiimidzi dan Imam Nasai disebutkan;

عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يلج النار رجل بكي من خشية الله حتى يعود اللبن في الضرع ولا يجتمع غبار في سبيل الله ودخان جنهم. (رواه الترمذي)

Yang kedua adalah menangis yang diperbolehkan, yaitu menangis karena sedih dan dalam keadaan berduka dan susah. Dalam artian menangis dengan tidak berlebihan atau hanya dengan sekedar untuk mengekspresikan kesedihannya. Dalam riwayat Imam Muslim diceritakan bahwa nabi juga menagis pada saat Ibrahim putra beliau meninggal dunia. Pada saat itu Nabi meneteskan air matanya karena merasakan kesedihan di hatinya. Akan tetapi kesedihan itu diekspresikan beliau hanya dengan menangis yang sekedarnya. Dan pada saat itu juga Nabi bersabda;
إنها رحمة وضعها الله في قلوب من يشاء، وإنما يرحم الله من عباده الرحماء. (رواه أبوداود)

Dan yang ketiga adalah menangis yang diharamkan adalah Al-Niyahah, berasal dari kata ناح، ينوح، نياحة)) yaitu menangis dengan cara berlebihan, meratapi dengan suara yang keras atau bahkan dengan kata-kata dan perbuatan seperti merobek-robek baju, tidur-tiduran di tanah dan menarik-narik rambut. Seperti pada zaman jahiliyyah, setiap diantara dari mereka ada yang meninggal, mereka menangisi dan meratapinya dengan tangisan yang berlebihan, mengeraskan suara tangisannya dan merobek-robek bajunnya, dan hal itulah yang dilarang oleh Nabi.
Sabda Nabi:
ليس منّا من حلق، ومن سلق، ومن خرق. (رواه مسلم)
"Tidak termasuk dari kita orang Islam bagi siapa saja yang samapai mencukur rambutnya, mengeraskan suara tangisannya, dan memotong-motong bajunya". (HR. Muslim)

Dalam hadits riwayat Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Ummi 'Athiyah berkata bahwa Nabi melarang meratapi orang mati dengan berlebihan.
Sabda Nabi:
عن أم عطية قالت: "إن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهانا عن النياحة". (متفق عليه)
"Dari Ummi 'Athiyah berkata bahwa Rosulullah melarang meratapi orang mati dengan berlebihan."

Dalam istilah ilmu ushul fiqih disebutkan bahwa sebuah larangan itu menunjukkan keharaman, kecuali jika setelah larangan itu terdapat suatu perintah maka disebut mubah (boleh).
النهي يدلّ على التحريم، والأمر بعد النهي يدلّ على الإباحة
Dalam hadits riwayat Imam Bukhori dan Imam Muslim juga disebutkan bahwa Nabi bersabda abhwa orang yang meninggal akan disiksa oleh Allah karena tangisan keluarganya atas kematiannya. Akan tetapi kemudian hadits tersebut dinasakh dengan Al-Quran:
ولا تزر وازرة وزر أخرى. (سورة 

Nabi juga bersabda:

(اثنتان في الناس هما بهم كفر الطعن: في النسب والنياحة على الميت. (رواه مسلم

Hadits di atas menunjukkan bahwa menangis dan meratapi orang mati dengan berlebihan sangat dilarang, dan bahkan dianggap kafir bagi orang-orang yang meratapi orang mati secara berlebihan.

Maka jelaslah, bahwa Islam mengharamkan menangis dengan berlebihan, meratapi tanpa kesadaran. Khususnya menangisi orang yang meninngal dengan cara yang tidak normal. Dengan memotong atau menarik-narik rambut, mengeraskan suara tangisan, dan dengan merobek-robek pakaian. Karena hal itu termasuk perbuatan orang-orang jahiliyah. Wallahu a'lam bi al-Shawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khutbah Jumat; Menepati Janji

Profil Singkat KH. Muhammad Bakhiet

SYAIR ABU NAWAS