Inilah Biasanya Manusia: Taat Klu ada Yang Melihat

Priit…!!! Teriakan peluit menghentikan seorang pengendara motor yang baru menorobos lampu merah. Dengan perasaan cemas, dia menghentikan kendaraannya. Kepala ngeliat nyari sumber suara peluit. Dari kejauhan tampak tikang gorengan berjalan mendekati dia. Rupanya, tukang gorengan itu polisi yang menyamar. Dengan muka sangar, pak polisi membentak sang pengendara. 

“kenapa kamu menerobos lampu merah?” 
“ma’af pak, saya ngak liat.” Jawabnya dengan muka memelas. 
“masa’ lampu merah segede itu ngak keliatan?” hardik polisi tanpa balas kasihan. 
“lampi merah sih liat pak. Cuma…” sang pengendara itu rag uuntuk meneruskan bicaranya.” 
“Cuma apa?!!” 
“Cuma saya nggak liat kalo ada bapak. Hehehe…” jawabnya sambil nyengir. 
Gubraks! 

Panggalan cerita diatas boleh kadi mewakili mental masyarakat kita kalo udah berurusan dengan aturan. Yup, seperti episode iklan rokok. “ta’at kalo ada yang liat”. Di tempat kerja, kalo ada bos atau atasan, sibuk kasak-kusuk ketik sana sini di depan computer biar kiliatan kerja. Giliran bos udah berlalu, kembali keaktifitas rutin dengan bermain or chattingan. 

Begitu juga dengan lingkungan sekolah dandanan seragam sekolah rapi lengkap dengan lokasi dan bet plus dasi Cuma keliatan pas ujian doing. Soalnya kalo nggak gitu pengawas akan mengeliminasi kita dari ruang ujian. Berabe dong. Ternyata sa’at ujian, nggak Cuma pakayan aja yang rapi, tapi contekan nggak kalah rapinya. Sampe-sampe pengawas sulit menemukan jejak keberadaannya. Tapi giliran pengawas ngeteng dikit atau permisi kebelakang, langsung deh contekan mulai menampakan diri. Mumpung nggak ada yang liat. Nah lho?!! 

Aturan islam juga kebagian 

Sobat, mental ta’at kalo ada yang liat ternyata juga mewabah juga pada sikap remaja muslim terhadap hukum islam. Beberapa aturan islam yang lengket dalam keseharian kita masih aja pake pertimbangan ada yang ngawasin apa nggak? 

Seperti sholat lima waktu misalnya. Sedih juga kalo kita tahu ternyata masih ada sebagian teman-teman kita yang sholatnya angin-anginan. Kalo disuruh ortu dengan ancaman pemblokiran uang jajan, baru deh mo sholat meski dengan beratr hati. Tapi pas nggak disuruh ortu atau nggak terancam pemblokiran uang jajan, sholatnya tergantung mood. Gitu juga pas lagi sendiri tanpa kehadiran pujaan hati, urusan sholat mah entar-entar dulu. Payah dech!! 

Kewajiban menutup auran mengalami nasib yang sama. Banyak remaja muslimah yang baru mo nutup aurat sa’at mo ikut pengajian atau pesantren kilat. Nggak enak kalo keliatan ustazd. Ada juga yang rajin pake seragam sekolah yang menutup aurat lantaran diwajibkan sekolah. Di luar itu, mereka kembali kealamnya yang dijejali yang mengumbar aurat dalam berbusana. Sayang yech?? 

Sobat, mental ta’at kalo ada yang liat ini memang gaswat kalo dibiarkan. Remaja bisa terbiasa jadi munafik, plus bisa terkontaminasi penykit riya’ yang senang dipuji. Dua sifat ini bisa menggrogoti keikhlasan kita dalam beramal. Nabi SAW bersabda : “aku akan memberitahukan beberapa kaum dari ummatku. Di hari kiamat mereka yang dating membawa kebaikan seperti gunung tihamah yang putih. Tapi Allah SWT menjadikan seperti debu yang berterbangan. Tsaubah berkata : wahai rosululllah sebutkan sifat mereka dan jelaskan keadaan mereka agar kami tidak termasuk bagian dari mereka sementara kami tidak mengetahuinya. Rosul SAW bersabda : ingatlah!! Mereka adalah bagian dari saudara kalian dan dari ras kalian, tapi mereka adalah kaum yang jika dilihat oleh siapapun ketika menghadapi perkara yang diharamkan Allah SWT maka mereka melanggarnya.” (H.R Ibn Majah). 

Tuh kan sobat, Cuma para pengecut yang pantas punya mental ta’at kalo diliat. Mungkin aja dia merasa hebat dan jagoan bisa lolos dari pengawasan atas pelanggarannya, tapi sebenarnya dia justru berjiwa kerdil yang nggak punya nyali untuk tetap komitmen dengan prilakunya yang terpuji. So, udah deh buang jauh-jauh mental pecundang ini. Atau kamu bakal tekor dunia-akhirat?? ich, amit-amit.. 

Cuma ta’at kalo diliat, kenapa?? 

Mental ta’at kalo diliat tumbuh subur lantaran empat hal: 
  1. Niat. kita mesti tahu kalo niat selalu ada disetiap perbuatan. Terlepas apa niat itu udah direncanain jauh-jauh hari atau spontan. Untuk keta’atan pada aturan, nggak semua enjoy menjalaninya. Aturan udah dianggap ngebatasin gerak. Kalo ngedapatin aturan, bawaan niatnya jelek mulu. Pikirnya, aturan ada untuk dilanggar, bukan untuk dita’ati. Walhasil, kalo niat udah kuat, ngelanggar aturan jadi kebiasaan. Malah perbuatan dosa dianggap sepele. Dari sekedar enggak sholat, nggak nutup aurat, sampai jadi pelaku tetap ma’siat apa pun, Cuma lantaran nggak ada yang liat. Berabe kan?? 
  2. Sanksi. Sebuah aturan akan tegak en punya power buat ngatur kalo ada sanksi yang tegas. Tanpa itu, orang akan setengah-setengah ta’at ama aturan. Jangan mentang-mentang ada duit, atau bisa dibeli. Sementara yang duitnya pas-pasan, kudu relapaksa hadir dipengadilan. Kalo rasa adil itu pilih kasih, orang yang nggak ngerasa penting untuk ta’at aturan. Ya, untuk apa ta’at, kalo yang nggak ta’atpun bisa seeanaknya ngebeli aturan. Kalo udah begini, ta’at sama aturan makan ati. Cuapek dech!! 
  3. Pengawasan. Ketegasan sanksi nggak punya arti tanpa pengawasan. Makanya, pengawasan yang kendor terhadap aturan, memancing orang untuk main curang. Nggak ada polentas, berarti ada kesempatan untuk nyari jalan pintas. Payah !! 
  4. Kesadaran. Ini gerbang terakhir sebelum seorang ngelanggar aturan. Niat udah kuat, sanksi nggak ketat, yang ngawasin juga udah nggak ada ditempat, berarti tinggal selangkah lagi. Kalo dia sadar ada beban moral untuk melanggar atau ngerasa bakal bikin rugi semua pihak, tentu mikir-mikir lagi untuk nggak ta’at. Sayangnya, beban moral terlalu lemah untuk mencegah pelanggaran. Dizaman nafsi-nafsi kayak sekarang moral udahjadi almarhum. Yang ada tinggal kepentingan diri sendiri dan cuek dengan sekitarnya. Nggak asyik tuch!! 
Sobat, dari keempat faktor diatas, yang terakhir dulu dapet perhatian khusus. Yup, soalnya kalo kesadaran seseorang dilandasi dorongan yang shahih, tentu nggak gampang tergoda melanggar aturan. Mesti niat, sanksi, atau pengawasan udah kondusif. Disinalah pentingnya kita punya kesadaran shahih yang nggak Cuma ngandelin beban moral. Dan itu dalam islam. Yuk!! 

Allah pasti ngeliat 

Sebagai seorang muslim, kita udah sering dengar sifat-sifat Allah SWT yang biasa dikenal dengan sebutan asmaul husna ini yang mengokohkan keimanan kita kepada Allah SWT. Keimanan yang akan melahirkan kesadaran akan adanya Allah SWT dalam setiap prilaku kita di dunia. Penting nech!! 

Salah satu sifat Allah SWT yang mulia itu adalah yang maha melihat dan maha mengetahui. Itu artinya, Allah SWT bisa melihat dan mengetahui setiap prilaku hambanya baik di tempat terangnya maupun tempat tersembunyi. Termasuk mengetahui letak semut hitam yang berjalan diatas batu hitam ditengah malam yang gelap gulita. Tuch kan, makhluk kecil yang tak terjangkau penglihatan manusia aja dengan mudah diketahui Allah SWT, gimana kita yang ukurannya beberapa ratus kali lipat dari ukuran semut. Makanya nggak wajar kalo kita selaku muslim merasa nggak ada yang ngawasin perbuatan kita sa’at berbuat maksiat. 

Dalam sebuah kisah pada masa pemerintahan Umar Ibn Khattab, terjadilah dialog antara ibu penjual susu dengan putrinya. 

“tidakkah kau campur dengan air? Subuh telah dating,” kata sang ibu. 
“bagaimana mungkin aku mencampurkan, sedangkan amirul mu’minin telah melarang mencampur susu dengan air?” jawab putrinya. 
“orang-orang telah mencampurnya. Kau campur aja. Toh, amirul mu’mini tidak akan tahu.” 
Putrinya menjawab,” jika umar tidak tahu, tuhan umar pasti tahu. Aku tidak akan mencampurnya.” 
Dari kisah diatas, kita bisa ambil pelajaran berharga bahwa pengawasan manusia terbatas, namun pengawasan Allah SWT unlimited!! 

Lolos di dunia, belum tentu di akhirat 

Sobat, diantara kita mungkin udah tau celah untuk lolos dari razia polentas. Ada juga yang mahir ngibulin guru biar bisa cabut tepat waktu. Atau mungkin udah terbiasa menghilangkan jejak agar tak terdeteksi oleh pengawasan ortu. Tapi siapa yang jamin kamu bisa sembunyi dari pengawasan Allah SWT? Nggak ada. Kalo kamu ngerasa aman dan bebas melanggar aturan Allah SWT Cuma lantaran Allah SWT nggak terlihat, siap-siap lah menghadapi rasa takutmu yang menjadi-jadi diakhirat kelak. 

Dari Abu Hurairah R.A,tentang perkara yang diriwayatkan beliau dari tuhannya, Allah berfirman : “demi kemulianku, aku tidak akan menghimpun dua rasa takut dan dua rasa aman pada diri seseorang hamba jika ia takut kepadaku didunia, maka aku akan memberikannya rasa aman di hari kiamat. Jiak ia merasa aman dariku di dunia, maka aku akan memberikannya rasa takut kepadaku di hari kiamat.” (H.R Ibn Hibban) 

Kerena itu, agar kita nggak ngerasa Aman dari Allah SWT di dunia, Allah SWT udah ngasih konsekuensi pahala dan dosa untuk ngukur keta’atan kita pada syari’atnya. Kalo kita senantiasa ta’at dan ikhlas dalam ngikutin tuntunan Allah SWT dan rosulnya SAW di hari-hari kita, kita bisa ngeraih pahala. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khutbah Jumat; Menepati Janji

Profil Singkat KH. Muhammad Bakhiet

SYAIR ABU NAWAS