KEBENARAN SATU, EKSPRESI BERAGAM

Ada satu pertanyaan yang mungkin timbul ketika kita menyadari kenyataan bahwa walaupun para sufi mengklaim telah mendapatkan penyingkapan (mukasyafah), namun mereka ternyata memiliki ajaran yang beragam, yaitu: mengapa terjadi keragaman ajaran para sufi, padahal kebenaran itu satu adanya?

Pertanyaan ini sebenarnya telah mengantar kita pada satu kenyataan bahwa meskipun kebenaran itu satu, tetapi ekspresi para sufi terhadap kebenaran itu bisa beragam dan berbeda-beda. Alasan mengapa itu terjadi adalah: pertama, kebenaran itu terlalu luas untuk bisa dipahami sekaligus oleh seorang individu, siapapun dia, termasuk oleh seorang sufi. Kedua, karena tiap-tiap sufi memiliki concern masing-masing, sesuai dengan tantangan yang berkembang pada masanya. Ketiga, karena Tuhan mengekspresikan diri-Nya secara terus-menerus dan berubah-ubah setiap saat.
Prof. Mulyadhi Kartanegara
Untuk memudahkan pemahaman kita, ambillah sebuah contoh yang kongkret. Andaikan diadakan pameran elektronik internasional di JCC Senayan, di mana dipamerkan berbagai produk elektronik yang pernah dihasilkan dunia, para peminat elektronik akan datang berduyun-duyun dari berbagai penjuru untuk mengunjungi pameran akbar ini. Tetapi, meskipun mereka mengunjungi tempat yang sama, pada hari yang sama, dan bisa melihat benda yang sama seperti yang bisa dilihat oleh para pengunjung lainnya, tetapi saya yakin masing-masing pengunjung akan memberikan laporan yang berbeda-beda tentang pameran itu. Mengapa? Kerena setiap pengunjung telah memiliki konsen-nya masing-masing terhadap pameran tersebut. Para pencinta komputer, misalnya, perhatian mereka akan tertuju kepada mesin-mesin komputer dengan segara perangkat dan programnya, dan mungkin hanya berasyik-maksyuk di stan komputer saja. Sedangkan terhadap alat-alat elektronik yang lain, hanya selintas saja mereka memberikan perhatian. Adapun mereka yang tertarik dengan perkembangan teknologi pertelevisian, meraka akan mengunjungi stan yang memamerkan alat-alat yang ada kaitannya dengan televisi. Tidak mungkin ada seorang yang memiliki kemampuan untuk bisa memperhatikan secara terperinci setiap benda elektronik yang dipamerkan di sana. Setiap orang akan asyik dengan konsen-nya masing-masing.[] 

Demikian juga kira-kira apa yang terjadi pada diri para sufi, ketika disingkapkan dan diperlihatkan kepada mereka Kebenaran Sejati. Kebenaran yang mereka alami itu sendiri adalah sama. Tetapi kebenaran yang sama itu, ketika harus diekspresikan lewat bahasa, maka bahasa yang digunakan bisa menyebabkan perbedaan dalam ekspresinya. Misalnya, pengalaman Ba Yazid dan al-Hallaj bersatu dengan Tuhan, mungkin saja sama, tetapi ketika mereka harus mengungkapkannya dalam bahasa manusia, maka mereka bisa saja mengungkapkannya secara berbeda. Ba Yazid, mengatakan, bahwa dalam pengalaman kesatuaannya, ia mengatakan seolah-olah ia yang "terbang menuju Tuhan," sedangkan dalam kasus al-Hallaj, " Tuhan yang seolah-olah turun kepada dirinya, sehingga diistilahkan dengan al-hulul. Tapi pertanyaannya apakah pengalaman persatuan dengan Tuhan itu terjadi pada dunia spiritual atau material?Tentu saja, itu terjadi di dunia spiritual, yang tidak mengenal istilah tinggi dan bawah, naik atau turun. 

Sisi kedua, karena kebenaran itu begitu besar, maka setiap sufi hanya bisa memahami sebahagian kecil dari apa yang dialaminya, dan hanya aspek tertentu saja yang ia minati yang dapat ia perhatian. Kisah pameran gajah di tempat gelap dari Rumi barangkali bisa mengingatkan kita dalam hal ini. Dikisahkan bahwa di India telah diadakan pameran gajah di tempat gelap. Maka setiap orang yang datang ke sana memberikan laporan yang berbeda tentang gajah. Ada yang mengatakan gajah itu seperti tiang, yang lain seperti kipas, yang lainnya lagi mengatakan seperti selang. Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda-beda tentang gajah tersebut dan mempertahankan pendapat mereka. Bahkan tidak mustahil mereka akan berselisih paham tentang gajah itu. Kalau bukan karena seorang pendeta Hindu datang ke tempat itu dengan membawa lilin di tangannya, tidak mustahil mereka akan saling bertengkar. Tetapi setelah terterangi oleh sinar lilin tadi barulah mereka menyadari betapa benda yang mereka perselisihkan itu sesungguhnya hanya satu dan sama. 

Tentu saja setiap sufi dipengaruhi oleh konsen atau keprihatinan yang mereka hadapi pada masa dan tempat di mana mereka berada, dan oleh pertanyaan-pertanyaan yang menggelayuti pikiran, dan tantangan zaman yang hendak mereka jawab. Dan kesemuanya itu tentu saja sangat dipengaruhi oleh lokalitas dan zaman di mana ia hidup dan berkembang. Oleh karena itu ketika seorang sufi mengalami "mukasyafah" terhadap Realitas, maka Realitas yang dialami mungkin sama dan satu. Tetapi karena aspek yang digandrunginya, pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawabnya, dan bahkan kemampuannya untuk mengekspresikan pengalamannya tersebut berbeda-beda, maka apa yang disampaikan oleh seorang sufi bisa saja berbeda satu sama lain. Ini tidaklah berarti bahwa kebenaran yang mereka alami beragam, tapi faktor-faktor yang saya sebutkan di atas itulah yang menyebabkan perbedaan itu, sedangkan kebenaran itu sendiri hanyalah satu saja.

Selain itu, keberagaman itu juga timbul karena, seperti yang dikatakan Ibn 'Arabi, "Kebenaran yang tunggal itu senantiasa mengekspresikan kepada hamba-Nya aspek yang lain pada setiap saat yang berbeda." Jadi, jangankan pengalaman dari beberapa sufi yang berbeda, pengalaman seorang sufi yang sama saja pun pada saat yang berbeda, menurut Syaikh al-Akbar" senantiasa berbeda. Oleh karena itu, tak perlu heran, kalau kita melihat perbedaan ekspresi atau bahkan konsepsi yang terjadi dalam tulisan-tulisan para sufi. Karena itu hal yang wajar saja, dan yang memang seharusnya begitu.

Meskipun begitu, karena sumber pengalaman mereka sama, maka kalau kita bisa menyusun mozaik pengalaman mistik mereka yang beragam ke dalam "struktur" yang benar, maka kita akan melihat bahwa di balik perbedaan-perbedaan ekspresi mereka itu terdapat kesatuan struktural yang sangat mendalam. Begitu dalamnya, sehingga tidak semua orang dapat melihatnya.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khutbah Jumat; Menepati Janji

Profil Singkat KH. Muhammad Bakhiet

SYAIR ABU NAWAS