Makna-makna yang terkandung dalam Kaligrafi

Ungkapan Kaligrafi (dari bahasa Inggris yang disederhanakan calligraphy) diambil dari kata latin “kalios” yang berarti indah dan “graph” yang berarti tulisan atau aksara. Arti kaligrafi yang seutuhnya adalah: kepandaian menulis elok. Bahasa Arab sendiri menyebutnya Khat yang berarti garis atau tulisan indah. Garis lintang, equator atau khatulistiwa terambil dari bahasa Arab “Khattul istiwa” melintang elok membelah bumi jadi dua bagian yang indah. 


Definisi lebih lengkap dimukakan oleh Syaikh Syamsuddin Al-Akfani di dalam kitabnya “Irsyad Al Qosim,[1] bab “Hasr Al ‘Ulum” sebagai berikut: 

وهو علم تتعرف منه صور الحروف المفردة، وأوضعها، وكيفية تركيبها خطا، أوما يكتب منها في السطور، وكيف سبيله أن يكتب، وما لا يكتب: وإبدال ما يبدل منها في الهجاء، وبما ذا يبدل. 

“khat/kaligrafi adalah suatu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya, dan cara-cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun. Atau apa-apa yang ditulis diatas garis-garis, bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis; mengubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana untuk mengubahnya.” 

Seandainya kita perbandingkan antara tulisan dengan ucapan atau kata-kata, niscaya akan kita temukan bahwa pada dasarnya keduanya saling tunjang-menunjang dan berpadu dalam keragaman yang saling melengkapi. Tulisan menunjukkan pada kata-kata, sementara kata-kata _dalam kerangka ini- telah menimbulkan keserasian antara keduanya dalam segala hal. Yakni, bahwa kedaunya sama-sama saling mengutarakan makna-makna. Hanya, apabila kata-kata merupakan makna yang bergerak, sebaliknya tulisan adalah makna yang bisu. Namun, kendatipun bisu ia melakukan perbuatan bergerak kerena isinya yang mengantarkan penikmatnya kepada pemahaman. 

Seperti halnya kata-kata, di dalamnya ada rasa tawar, kecantikan dan mudah ditelan oleh pendengaran, maka demikian pula tulisan, didalamnya terkandung gambaran-gambaran yang jernih dan elok mempesona. Apabila kata-kata sanggup merangkum kefasihan yang disuarakan para orator petah lidah, didendangkan para penyair, atau menjadi makanan sehari-hari yang sanggup dikunyah kaum awam, maka demikian pula tulisan, di dalamnya ada lisensi yang diguratkan oleh para raja untuk masalah-masalah esensil, namun mutlak bisa digunakan rakyat umum. 

Melihat fungsi global yang sepadan antara kata-kata dan tulisan, maka tercuat daripadanya dua alat yang serasi pula. Alat kata-kata adalah lidah, sedangkan alat tulisan adalah pena atau kalam. Keduanya berbuat untuk kepentingan satu sama lain guna mengekpresikan makna-makna final. Hanya, apabila kata-kata merupakan petunjuk alami, telah ditentukan baginya yang alami pula, sedangkan tulisan, kerena merupakan petunjuk skil, maka alat yang disajikan adalah perabot keterampilan. 

Yaqut Al-Musta’simi, kaligrafer kenamaan dimasa kesultanan Turki (Ottoman) meluhat seni kaligrafi dari sudut keindahan rasa yang dikandungnya. Kerena itu, ia membuat batasan sebagai berikut: 

الخط هندسة رو حانية ظهرت بآلة جسمانية 

Kaligrafi adalah seni arsitektur rohani, yang lahir melalui perabot kebendaan”.[2]

Wang Hsichih (321-379) menggambarkan keindahan seni kaligrafi dengan ungkapan: “Lembut sebagai awan berarak-arakan dan perkasa sebagai naga yang sedanf marah.[3] Ubaidullah ibn Al Abbas menyebutkan sebagai lisan Al yadd atau lidahnya tangan; kerena dengan lisan itulah tangan bicara. Dalam pelbagai seloka, seni kaligrafi atau Khat dilukiskan sebagai kecantikan rasa, duta akal, penasehat fikiran, senjata pengetahuan, penjinak saudara dalam pertikaian, pembicaraan jarak jauh, penyimpan rahasia dan khazanah rupa-rupa masalah kehidupan. Ringkasnya “Khat itu ibarat ruh di dalam tubuh,” seperti dikatakan sebagian ulama. 

Yang lebih mengagumkan adalah bahwa ternyata membaca dan menulis adalah merupakan perintah pertama dan wahyu permulaan Allah SWT yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW diawal missionnya. Wahyu itu menyebutkan: yang Artinya:
“Sucikanlah nama Tuhanmu yang Maha Tingi, yang Menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk, dan yang menumbuhkan rumput-rumputan, lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman.” (QS. Al-Alaq/96:1-5) 

Dapat dipastikan, bahwa atau pena memiliki kaitan erat dengan seni penulisan kaligrafi. Jika kalam disebut-sebut sebagai alat penunjang pengetahuan –seperti pada bunyi wahyu diatas, maka ia tidak lain dari pada sarana al-Khaliq dalam rangka memberikan petunjuk kepada manusia. Ini membuat gambaran yang tegas, bahwa kaligrafi mendominasi tempat tertua dalam percaturan sejarah Islam itu sendiri. 

Ust Razzak menegemukakan sekarang ini sudah banyak seni lkis yang dapat nulai bagus khusus bagi para pelukis yang banyak nmengenal tulisan Arab, ihimbau agar henmdaknya meneliti lebih cernmat khususnya ayat al-qur’an, juga teks-teks arab lainnya sebelum digalok dengan lukisan mereka. Dengan demikian, tidak akan terjasi salah tulis atau kekeliruan imla[4]. Dalam hal ini kita sering menemukan satu rangkaina al-qu’an yang, midalnya kekurangan nibrah[5], wau, tiik dan sebagainya. Tulisan jelek, jjika diikuti dengan kaidah imlaiyah yang betulmasih bisa dimaafkan. Sebaliknya, jika kekeliruan terletak pada kaidah imla’iyah, maka itu barulah benar-benar kesalahan. Bahayanya, apabila hal tersebut terjadi pada penulisan ayat-ayat Al-quran, sebab akan menyimpang dari arti yang sesungguhnya. Misalnya: kata rahim tertulis rajim karena kelebihan titik dibawah ha, sehingga artinya berubah dari pemurah menjadi terkutuk; demikian pula sebaliknya. 

HURUF HIJAIYAH 
Jumlah uruf dari pelbagai bahasa didunia berkisar antara 24 hingga 36 buah. Sedangkan huruf-huruf arab yang terhitung dalam al-qur’an dalam ucapan jumlah tersebut berada ditengah-tengah jumlah huruf-huruf bahasa lain. Alfabet arab disebut juga huruf hijkaiyah atau al tahajji. Diindonesiakan menjadi “huruf ejaan”. Ahli grmatikal arab, Sibawaih danal khalil menakaman huruf al arabiyah atau huruf al lugat al arabiyah, maksudnya: huruf bahaasa arab, yang denganyalah tersusun bahasa arab. Sering juga disebut huruf al mu’jma (huruf yang bertanda baca atau bertitik), entah dalam bentuk terpisah-pisah yang belum dapat dipahami sehingga menjadi rangkaina kata, taupun kerena beberapa bagian dari padanya atau seluruhnya dibubuhi tanda baca[6]

[1] Lihat Al Qalqasyandy, Subh Al A’sya III, h. 3-4 
[2] . Naji Zaynudin, Musawwar Al Khat Al Arabiy, H. 225 
[3] . Pengantar Dan Suwayono, Katalogus, Pameran kaligrafi Islam Indonesia pada Mukhtamar madia masa Islam Sedunia-1, Jakarta 1-3 September 1980 
[4] . Kaedah imla’iyah dimaksudkan sbagai cara-cara yang betul didalam penulisan arab. Misalnya, bagaimana nmenmempatkan alif atau mad, hamzsah qoto’ dan washal, bentuk ta marbuthoh dan ta jama’ dan sebagainya (pen) 
[5] . Nibroh dimaksudkan sebagai gigi tulisan. Misalnya, sin bergigi tiga, ba-ta-tsa bergigi satu (pen) 
[6] . tanda baca dalam bahasa Arab terdiri dari titik yang disebut naqt atau i’jam; dan baris yang disebut harakat atau syakal. Namun jika disebut huruf almu’jam maka artinya adalah huruf hijaiyah juga, atau huruf yang bertanda baca alias hururf hidup.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khutbah Jumat; Menepati Janji

Profil Singkat KH. Muhammad Bakhiet

SYAIR ABU NAWAS