PENCIPTAA MELALUI PERKAWINAN MAKRAKOSMIK

Oleh: Prof. Mulyadi Kartanegara
Ibn 'Arabi dan para pengikutnya, terutama Shadr al-Din al-Qunawi, mengajukan teori penciptaan melalui apa yang disebutnya sebagai "perkawinan makrokosmis." Perkawinan makrokosmik adalah "perkawinan" yang berlangsung dalam beberapa tingkatan kosmis--dari tingkat ilahi sampai tingkat elemental manusia. Melalui beberapa perkawinan makrokosmik inilah maka seluruh tatanan alam--dari tingkatan yang paling tinggi hingga yang paling rendah--terwujud.

Teori perkawinan makrokosmik ini pertama kali menemukan artikulasinya yang jelas pada tulisan Ibn 'Arabi (w. 1240), terutama dalam kitabnya al-Futuhat al-Makkiyyah. Tetapi penjelasan yang paling rinci dan sistematis ada dalam tulisan Shadr al-Qunawi (w. 1274). Al-Qunawi adalaj murid paling setia dan juga, menurut sumber yang ada, adalah anak tiri Ibn 'Arabi sendiri. Dalam kitabnya Miftah al-Ghayb, al-Qunawi menjelaskan lima tingkat perkawinan makrokosmik: ghaib, ruhaniah, alamiah, elemental dan manusia.

Perkawinan pertama merupakan proses pengalihan dari zat Allah kepada nama-nama asal pertama. Nama-nama asal pertama ini adalah kunci-kunci menuju yang ghaib dari zat Tuhan dan kehadiran dari wujud ciptaan. Kunci-kunci ini membuka wujud yang dilahirkan: dunia kosmik atau ciptaan. Tanpa kunci-kunci ini tak mungkin terjadi "perkawinan" ini, dan karenanya tidak akan ada yang lain selain Allah, dan ini akan berarti bahwa "Harta yang Tersembunyi" akan tetap tersembunyi selamanya. Perkawinan ini terjadi ketika "sang Ayah" yakni Wujud Palipurna "menghamili" sang Ibu, yaitu Kunci-kunci menuju yang ghaib, sehinga lahirlah seorang anak, yang oleh al-Qunawi disebut "nafas Yang Maha Pengasih" (Nafas al-Rahmani) atau disebut dunia makna (spiritual), yaitu nama-nama Tuhan atau entitas-entitas yang tetap (al-a'yan al-tsabitah). Entitas-entitas yang tetap ini, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, adalah realitas-realitas potensial yang tersimpan dalam pengetahuan (atau ada juga yang mengatakan pikiran) Tuhan, yang belum lagi mewujud ke dalam benda-benda konkrit. 

Perkawinan kedua, yakni perkawinan ruhaniah, terjadi antara makna-makna aktif dan makna-makna reseptif dalam dunia ruhani, yang tujuannya adalah untuk melahirkan entitas-entitas ruhani yang ada di dunia ciptaan pertama. Makna-makna aktif dikenal sebagai "sifat-sifat yang wajib" karena menyimbolkan sifat-sifat dari Wujud Mutllak yang tidak mungkin tidak ada. Sedangkan makna-makna yang reseptif dikenal sebagai "sifat-sifat yang mungkin." Makna-makna ini melahirkan entitas-entitas ruhani seperti akal, jiwa dan malaikat, yang seperti cermin memantulkan sifat-sifat orang tua mereka.

Perkawinan ketiga, yakni perkawinan alamiah, atau perkawinan yang berkaitan dengan kekuasan (jabarut). Perlu diketahui bahwa dalam sistem Ibn 'Arabi, alam mengacu kepada seluruh tingkat wujud yang ada di bawah tingkat dunia ruhani murni. Dan ini berarti mencakup dunia imajinal ('alam al-mitsal) dan dunia jasmani. Al-Qunawi menggunakan istilah "kekuasaan" (dominion/malakut) untuk merujuk kepada dunia perantara antara dunia ruhani ('alam al-jabarut) dan dunia jasmani ('alam al-muluk). Perkawinan ini terjadi ketika roh-roh tinggi tertentu berpaling kepada tingkat alami (thabi'at). Anak-anak hasil perkawinan ini adalah para malaikat yang mendiami langit, yang disebut dunia imajinal (alam al-mitsal).

Perkawinan keempat berkaitan dengan dunia elemental (unsur-unsur). Perkawinan ini merupakan penghubung yang ada di antara entitas-entitas ruhani dan entitas-entitas jamani yang sederhana akibat pengaruh-pengaruh langit. Hasil dari perkawinan ini adalah lahirnya benda-benda campuran berupa wujud-wujud yang terlihat: barang-barang tambang, tanam-tanaman dan hewan.

Tentang tingkat kelima, al-Qunawi mengatakan bahwa perkawinan tidak mempunyai tingkat kelima, kecuali bagi realitas spiritual (ma'quliyyah) dari pertemuan antara seluruh tingkat, dan ini hanya berkaitan dengan manusia, karena manusia, sebagai mikrokosmos, menyatakan dalam wujud mereka seluruh tingkatan perkawinan, dan ini sendiri juga merupakan sebuah perkawinan, atau rangkaian dari seluruh realitas.

Pada setiap tingkat dilahirkan anak-anak yang berbeda tergantung pada cara kedua orang tuanya berhubungan satu sama lainnya. Sebagian anak bersifat lebih umum dalam lingkup dan sifatnya dibandingkan dengan anak-anak lainnya. Dengan ini maka kita menyadari bahwa mereka memanisfestasikan lebih banyak sifat-sifat wujud, dan lebih banyak nama-nama Allah yang mencakup segalanya, dan lebih banyak warna yang terdapat dalam cahaya murni.[] 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khutbah Jumat; Menepati Janji

Profil Singkat KH. Muhammad Bakhiet

SYAIR ABU NAWAS