APA MANFAAT BELAJAR FILSAFAT?

Saya merasakan manfaat belajar filsafat dari dua aspek: doktrin dan metodologis. Dari sudut doktrin, filsafat telah menawarkan berbagai pandangan dunia (wetanschauung/world view) yang sangat kaya, mempesona dan mendalam.
Boleh dikata sebanyak filosof, sebanyak itu juga pandangan dunia ditawarkan. Kadang mereka menawarkan suatu pandangan dunia, yang aneh, dalam arti tak pernah terpikirkan oleh kita sebelumnya, dan sunggunh sangat memperkaya pikiran, dan meluaskan cakrawala kita. Misalnya Heraklietos, memberi saya keinsafan yang mendalam bahwa dunia ini ditandai oleh perubahan yang menyeluruh. Ketika kita menyangkan sebuah benda (katakanlah meja) itu diam, ternyata ia sebenarnya bergerak. Dunia itu mengalir, "panta rei, " katanya. Sebaliknya Parmeinides mengingatkan saya, bahwa dibalik semua yang berubah, ada yang permanen, yang tetap, yang tidak beruba-ubah. Maka tercetuslah ungkapan, "Semua boleh berubah, kecuali perubahan itu sendiri!." Setelah dipikir-pikir, iya juga sebagai prinsip perubahan, ia (baca: perubahan itu sendiri) tidak boleh berubah, karena kalau ia berubah, maka semua yang berubah pada saat itu akan terhenti. 

Di kemudian hari Plato menjelaskan dengan lebih mencerahkan lagi, bahwa perubahan yang dibicarakan Heraklietos tak lain daripada benda-benda duniawi yang bisa kita tangkap dengan indera kita, sedangkan yang tetap, seperti yang dibincangkan Parmeinides, berada di dunia idea, dan benda-benda inderawi hanyalah bayangan darinya. Terlepas dari setuju atau tidak,mtetap saja gagasan seperti ini sangat menarik dan bermakna. Di tempat lain, Demokritos, mengatakan bahwa dunia terdiri dari atom-atom, yakni satuan terkecil yang tidak bisa dibagi-bagi lagi. Contoh lain, bisa kita ambil dari filosof-filosf lain seperti Pythagoras yang mengatakan dunia terdiri dari angka-angka, atau Suhrawardi, syaikh Isyraqi, yang menyatakan bahwa dunia terdiri dari cahaya dan kegelapan, namun cahaya adalah asal segalanya. Cahaya, sebagai sumber dari segala yang ada, bahkan sumber dari segala cahaya, tidak bisa dipandang banyak. Ia percaya bahwa Cahaya, dipandang dari kecahayaannya, adalah satu, sedangkan yang membedakan satu cahaya dengan cahaya lainnya hanyalah intensitasnya. Berbeda dengan keduanya, Muhammad Iqbal mengatakan bahwa wujud terdiri dari ego-ego, dari ego yang terkecil, katakanlah debu, sampai ego yang tertinggi, yaitu Tuhan, semeangkan Leibniz percaya bahwa dunia terdiri dari monad-monad yang tertutup satu sama lain, dan sederetan ide-ide spektakular lainnya.

Bagi saya, beragam pandangan dunia ini, sama sekali tidak membuat saya bingung, sebaliknya justru membuat saya merasa berkembang, kaya dan yang lebih penting lagi bahagia. Setiap saya memahami sebuah pandangan dunia baru, bertambahlah satu kebahagiaan, sebuah kebahagiaan yang lebih menyenangkan dibanding kebahagiaan inerawi, seperti makan dan minum dsb. Barangkali sebuah kebahagiaan yang digambarkan Aristoteles sebagi lebih langgeng, lebih abadi. 

Seringkali terjadi bahwa pandangan-pandangan duni tersebut bukan hanya menambah luas wawasan kita, tetapi juga memberikan kita solusi yang sangat kita butuhkan pada saat ini. Misalnya, di saat kita mulai merasakan dampak negatif dari sains modern, yang berlandaskan pada pandangan dunia sekuler dan positivistik, katkanlah misalnya dengan timbulnya krisis lingkungan yang akut, maka Ikhwan al-Shafa', dalam pandangan bisa memberi kita sebuah pandangan dunia yang lebih komprehensif dan hidup. Melalui kacamata Ikhwan al-Shafa, tiba-tiba kita menemukan dunia ini tidak lagi mati, alias tak punya nyawa, melainkan hidup dan penuh dinamika. Selain itu, mereka juga menunjukkan jalianan yang erat dan timbal balik antara alam dan manusia. Betapa tidak, sementara manusia disebut al-'alam al-shagir (mikrokosmos), alam disebutnya sebagai al-insan al-kabir (manusia agung). Dikatakan demikian, karena sebagaimana manusia punya akal dan jiwa, yakni akal dan jiwa partikular, maka alampun punya akal dan jiwa, yakni akal dan jiwa universal. Melalui Ikhwan al-al-shafa' kita disadarkan bahwa dunia ini tidaklah mati, melainkan hidup melalui akal dan jiwanya. Maka seyogyanya kita memperlakukan alam dengan penuh hormat dan sayang sebagai makhluk hidup dan sumber kehidupan kita. Semua bagian alam berjiwa, batu-batuan berjiwa, demikian juga tumbuhan, hewan, dan manusia. Seluruh makhluk Allah, termasuk jin dan malaikat juga berjiwa. Bahkan bukan sekedar berjiwa, Jalaluddin Rumi, menyadarkan kita bahwa di lubuk alam ini ada sebuah daya fundamental yang meresap ke seluruh partikel alam semesta, yang menghidupkan dan menggerakkan dunia dari bentuknya yang sederhana kepada yang lebih kompleks dan sempurna, dan kekuatan fundamental tersebut, dalam pandangannya, tidak lain daripada cinta ('isyq). Rumi berkata, "Langit berputar, karena pesona gelombang cinta. Kalau bukan karena cinta, maka dunia telah lama mati, dan beku seperti salju. Kalau bukan karena cinta, bagaimana ia (baca dunia) bisa terbang dan mencari seperti laron ( untuk cahaya). Cintalah, kata beliau, yang bertanggung jawab atas perkembangan (evolusi) alam dan menjadi prinsip penggerak (dinamika) dunia. Cintalah, kata Rumi selanjutnya, yang mebuat partkel atom bersatu atau berpisah. Cinta juga yang membuat tumbuhan berkembang, dan cinta jugalah yang mendorong hewan bergerak dan berkembang biak." Dengan ini dunia yang kita tafsirkan secara kering dan tidak menariak, tiba-tiba menjadi vista yang begitu menawan dan menakjubkan. Anda tentu bisa membayangkan betapa bahagianya saya, segera setelah memahami konsep mereka yang agung ini, yang bukan saja menakjubkan tetapi juga bisa menjadi salah satu solusi terhadap berbagai krisis (lingkungan, moral dan spiritual) yang melanda orang modern, sebagai dampak negatif pandangan sekuler dan materialistik yang telah dianutnya selama ini secara diam-diam, kadang tanpa betul-betul disadari.

Aspek kedua manfaat belajar filsafat yang saya rasakan berhubungan dengan metodologi. Bagi saya, manfaat terbesar dari belajar filsafat bukanlah semata-mata pada pandangan dunia yang mereka tawarkan, tetapi justru pada cara atau metode berfikir mereka. Para filosof telah mengajari saya bagaimana mengadakan investigasi yang benar terhadap sebuah persoalan. Metode filosofis telah mengajarkan saya bukan hanya bagaimana memahami sebuah ajaran filsafat, tetapi yang paling penting adalah bagaimana berfilsafat. Berfilsafat bagi saya punya dua makna, satu bagaimana berfikir kritis, radikal, sistematis dan benar, dalam arti sesuai dengan kaidah-kaidah berfikir yang baku, yakni bersifat logis. Dan terus terang, cara berfkir seperti ini telah memberikan banyak sekali manfaat, dan sangat membantu saya dalam melakukan berbagai penelitian termasuk penelitian dan penulisan karya-karya saya sendiri. Menurut saya, salah satu kendala besar yang menghambat penelitian dan penulisan karya ilmiah mahasiswa kita adalah karena kurangnya kemampuan mereka dalam berfikir kritis, sistematis dan logis, singkatnya karena ketidak mengertian mereka terhadap metode filosofis. 

Makna kedua dari berfilsafat, bagi saya, adalah menyusun pandangan kita sendiri yang otentik, dalam arti tidak hanya sekedar pinjam sana pinjam sini, comot sana, comot sini. Kesalahan terbesar bangsa ini, sehingga sedikit sekali menghasilkan pemikir, apalagi filosof besar, adalah karena tidak adanya kesadaran yang tertanam sejak dini, akan pentingnya membangun pikiran kita sendiri yang otentik, yang menjadi milik dan acuan kita sendiri. Ini tidak berarti, sebuah bangunan yang sama sekali baru, melainkan sebuah bangunan unik dari bahan-bahan yang telah tersedia dalam khazanah filosofis sebelumnya. Sampai kita bisa membangun pikiran kita yang otentik, maka seorang filosof tidak akan pernah lahir dimanapun di bumi ini, tak terkecuali negeri tercinta ini. Lebih lanjut saya melihat bahwa akar kegagalan ini berasal dari motivasi kita yang salah dalam belajar. Seharusnya belajar itu didorang oleh keinginan luhur mencari kebenaran, tetapi sayangnya sebagian besar mahasiswa kita belajar dengan motivasi yang justeru bukan dan selain mencai kebenaran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khutbah Jumat; Menepati Janji

Profil Singkat KH. Muhammad Bakhiet

SYAIR ABU NAWAS