APA ITU SAINS?

I. Perspektif Modern


A. Pengertian

Sains, adalah kata yang penting untuk didiskusikan secara filosofis, karena pengaruhnya yang besar terhadap kehidupan modern. Dalam kuliah ini akan didiskusikan, pertama, pengertian, karakteristik dan manfaat dari sains. Tapi dalam pembahasannya, pertama akan dikemukakan dulu peengertian sains, sebagaimana di pahami di era modern, kemudian pengertiannya sebagimana dipahami dalam taradisi ilmiah Islam, dengan istilah ilmu (khususnya ilmu alam)

Marilah kita mulai dengan yang pertama. 
Sains dalam perspektif modern. Kata sains adalah adaptasi dari kata Inggris, science, yang sering juga secara kurang tepat diartikan sebagi ilmu pengetahuan. Secara etimologis, kata "science" berasal dari kata Latin "scire" yang arti harfiahnya mengetahui--dan derifatnya pengetahauan. Tetapi secara istilahi/terminologis, kata ini mengalami perkembangan yang cukup signifikan dan harus disadari oleh setiap pelajar sains. Saampai abad pertengahan saians dipahami sebagai "any organized knowledge," artainya ilmu apapun yang terorganaisir, sehingga pada masa itu, theology disebut juga sains' sehingga muncullah istilah theological science, mathematical science bahkam metaphysical science, disamping tentu saja physical science.

Tetapi pada penghujung abad sembilan belas dan awal abad kedua puluh, sains mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan pada ranah filosofis, yang dramatisa, di mana sains kemudian--atas pengaruh Positivisme--hanya difokuskan pada objek-objek empiris (inderawi dan fisik) saja,a sehingga pengertian sains kemudian berubah menjadi "pengetahuan yang sistematik tentang dunia fisik" (a systematic knowledge of the physical world), dengan konsekuensi mengeluarkan segala jenis pengetahauan yang tidak empiris, seperti teologi, metafisik, eskatologi dan bahkan matematik. Semua bidang yang non-empiris dikategorikan sebagi tidak ilmiah, atau quasi dan psudo-ilmiah. (bersambung) 


B. Karakteristik Sains

Sains dibedakan dengan pengetahuan (knowledge) karena sifatnya sang sistematik dan teruji. Dari satu sisi, sistematik bisa berarti--sebagaimana dalam filsafat--bersifat logik, analitik, rasional dan metodik. Dalam arti lain sistematik bisa berarti memiliki komponen-komponen pokok yang menjadi ciri sebuah disiplin ilmu, seperti objek (baik material maupun formal) dan metode. Sifat-sifat ini sebenarnya tidak unik sains tapi dishare oleh semua disiplin ilmu. Adapun ciri khas sains terletak pada sifat empirisnya. Disiplin ilmu apapun, kalau mau disebut sains atau saintifik, harus menerima persyaratan ini. Kalau tidak maka ia tidak bisa disebut sains. Sebagai contoh, ketika psiikologi--yang sedianya dipahami sebagi ilmu jiwa, kalau ia mau sisebut ilmu, maka ia harus rela kehilangan jiwanya, dan diganti dengan tingkah-laku atau behaviour, sehingga menurut ahli psikologi kontemporer, disiplin ini tidak lagi disebut sebagi psikologi tetapi "science of behaviour."

Ciri empiris ini, kalau ditelusuri asal usulnya berhulu pada pandangan filosofis yang disebut Positivisme. Bagi kaum Positivis, yang real, dan harus menjadi fokus ilmuwan, adalah yang positiif, dalam arti yang bisa diobservasi dan diinderai, dengan atau tanpa alat bantuan, seperti mikroskopatau teleskop. Dan ciri empiris ini dalam sains modern mempunyai pengaruh yang luas sekali (pervasif), baik terhadap objek, sumber, klasifikasi Ilmu, maupun metodologi ilmu. Pengaruhnya terhadap objek ilmu adalah ditolaknya status ontologis (realitas) dari segala objek ilmu yang tidak bisa diobservasi dan pengakuan sebagi objek sains yang sah atau valid hanya objek-objek fisik yang bisa diinderai. Objek-objek non-fisik yang biasa dimasukkan ke dalam filsafat atau agama, seperti tuhan, malaikat, jiwa, hari akhir dsb. harus ditolak dari ranah sains sebagi ilusi. Jadi mereka tidak bisa lagi dipandang sebagai real. Dengan demikian objek-objek ilmiah difokuskan hanya pada entitas-enitas fisik mulai dari objek terkecil seperti atom dan subatom sampai kepada galaksi dan alam semesta, atau, dengan kata lain, dari objek-objek fisika molekuler sampai pada astro-fisika. 

Pengaruh sifat atau kriteria empiris juga terlihat jelas-dari perspektif epistemologis--dari klasifikasi ilmu yang diusungnya. Konsekuensi penolakan terhadap status ontologis objek-objek non-fisik adalah dikeluarkannya dari klasifikasi ilmiah modern disiplin-disiplin ilmu non-empiris, seperti matematika--dengan cabang-cabangnya seperti aritmetika, geometri, musik dll--dan (secara khusus) metafisika, dengan cabang-cabangnya seperti ontologi, teologi, kosmologi transendet, filsafat manusia dan eskatologi. Metafisika yang pada masa klasik dan pertengahan dipandang sebagai induk ilmu, kini disingkirkan dari ranah ilmiah, dan fisikapun menggantikannya sebagi The Science. Maka klasifikasi ilmu (kalau boleh dianggap ada) di dunia ilmiah modern, berkisar hanya pada objek-pbjek fisika, dan ini, seperti disinggung oleh Holmes Rolston III, dalam bukunya Science and Religion, a Critical Survey, meliputi (1) materi atau "matter" yang menghasilkan ilmu-ilmunfisika, (2) kehidupan (life), yang menghasilkan biologi, (pikiran) pikiran (mind) yang menghasilkan psikologi, dan (4) budaya (culture) yang menghasilkan sosiologi.

Selanjutnya, pengaruh kriteria atau sifat empiris sains juga bisa dilihat terhadap sumber dan metode ilmiah. Karena objek sains hanya dibatasi pada bidang atau dunia empiris, maka sumber ilmu yang utama adalah pengamatan indera, yang digunakan, baik secara telanjang atau dengan alat, seperti mikroskop atau teleskop, untuk mengamati objek-objek penelitiannya. Akal masih digunakan, bukan terutama sebagi sumber ilmu, tetapi sebagai pemberi putusan atas keabsaham pengamatan empirisnya. Di sini, kelihatan sekali bahwa empirisme dan positivisme telah menyingkirkan pengaruh rasionalisme. Nah, kalau rasionalisme saja sudah ditolak, apalagi intuisionalisme yang bersumber pada intuisi, yang bisanya menghasilkan mistisme. Konsekkueansi pandngan empirisme menyebabkan sumber ilmu yang lain seperti akal, hati (intuisi) dan apa lagi wahyu, ditolak dan disingkirkan dari ranah dan medan saintifik. 

Terakhir, pengaruh sifat empiris sains ini dapat disaksikan, dan ini jauh lebih signifikan, dalam bidang metodologi. Dengan memfokuskan diri pada objek-objek fisik, maka satu-satunya metode yang paling diandalkan dan paling absah, adalah metode observasi, yakni pengamatan inderawi, dengan atau tanpa alat bantu, atau apa yang juga dikenal dengan istilah "experimental method." Melalui metode ini, sains modern benar-benar telah mengalami perkembangannya yang spektakular, sehingga banyak hal-hal yang tak terpikirkan sebelumnya bisa ditemukan, dan bahkan diaplikasikan pada bidang-bidang terapan yang luar biasa. Pengamatan dan eksperimenpun dilakukan pada bidang-bidang yang sangat kecil seperti objek-objek yang berada pada level atom atau bahkan level di bawah atom (sub-atomic level) dengan ditemukannya molekul, atom, hadron dan quark. Demikian juga pengamatan dilakukan untuk mengamati hal-hal yang sangat jauh baik dari dari sudut ruang maupun waktu, yang menyebabkan manusia modern, dengan teleskop Hubble, mampu merekam apa yang terjadi milyaran tahun ke masa lalu, demgan ditemukan (bahkan) direkamnya supernove dan peristiwa astromis yang lain seperti the black-hole. Jadi dari dunia renik sampai kepada dunia mahabesar dari entitas fisk ini telah dijelajah manusia melalui observasi inderawi. Meskipun, kalau mau jujur, pengamatan terhadap objek-objek yang mahakecil dan mahabesar ini sebenarnya tidak bisa hanya dilakukan melalui pengamatan murni, melainkan, sampai taraf yang penuh arti, melibatkan teori spekulatif tertentu, yang mungkin hanya secara diam-diam dibenarkan oleh ilmuawan-ilmuan yang lebih jujur. Selanjutnya, seluruh hasil pengamatan ini harus mengalami proses verifikasi dan falsifikasi, melalui pengukuran yang sangat teliti dan sistematik sebelum sampai pada hasil hasil yang bisa diuji kebenarannya dan konsistensinya dan juga kemampuannya untuk diulang dan diprediksi. Dengan inilah maka kemudian sains dapat dibedakan dengan knowledge, dengan mana diskusi ini dimulai. (bersambung). 


C. Manfaat Sains

Kekuatan filsafat adalah pada konsepsi, sedangkan kekuatan sains pada persepsi. Konsepsi dihasilkan oleh penalaran akal (reasoning) terhadap objek-objek akliah (ma'qulat/intelliible), melalui metode deduksi, sedangkan persepsi adalah hasil sensasi indera terhadap objek-objeknya, dengan menggunakan metode induksi. Manfaat sains bagi saya (atau kita) dapat dirasakan dalam dua segi: teoritis dan medodologis. Secara teoritis sains (modern) telah memberi banyak informasi yang luar biasa mengenai objek-objek yang ditelitinya. Dalam sains kita menemukan banyak sekali teori-teori hebat tentang dunia fisik, dari mulai langit yang sangat amat luas, yang membicarakan bukan hanya tentang tata surya (solar system), tetapi lebih jauh lagi tentang galaksi, di mana tata surya hanya sebuah noktah kecil di pinggirannya bersama milyaran baintang lain yang terkandung di dalamnya. Bukan itu saja ternyata galaksi bima sakti (milkyway), bukan satu-satunya galaksi yang ada di alam semesta, tapi masih ada milyaran galaksi lain yang berkelompok-kelompok sebagai kluster. Ini tentu benar-benar penemuan revolusioner, kalau mengingat bahwa penemuan besar Kopernikus tentang heleosentris (sering disebut revolusi Kopernikus) ternyata baru bicara matahari sebagai pusat tata surya, tapi diklaim sebagai pusat dunia.

Selain gambaran dramatis tentang alam semesta, sains modern juga memberikan teori yang hebat bagi alam semesta kita, dan kisah kejadiannya. Menurut penelitian Hubble, alam semesta yang kita kenal ternyata dalam keadaan terus berkembang, atau yang diistilahkan the expanding universe. Dengan ditemukannya fakta ini, maka teori big bang yang dulu digagas oleh Laplace dan Kant, kini mendapat pembenaran ilmiahnya. Pengembangan atau pemuaian alam semesta ini, dipandang berasal dari sebuah ledakan hebat dari sebuah substansi yang mahapadat, yang dikenal dengan singularitas. Dari ledakannya itulah maka secara evolutif alam semesta berkembang seperti yang kita saksikan sekarang ini. Dan kalau sudah sampai saat nanti, ia akan kembali kepada keadaan yang disebut sebagai "big crunch" dimana alam semesta yang maha luas ini akan mebali ke pada keadaan semula, yakni singularits, yang disebut sebagai lobang hitam (black hole).

Selain berbicara tentang langit, sains juga berbicara tentang apa yang ada antara langit dan bumi, dalam cabang ilmu meteorologi, yang meliputi teori lapisan-lapisan atmosfer yang mengelilingi bumi (dari yang paling rendah troposfer, melalui statosfer, lapisan ozon, mesosfer, ionosfer dan terakhir eksosfer (diperkirakan bahwa tebal atau rentang antara lapisan yang paling bawah dan paling tinggi adalah sekitar 700-900 km dan yang lebih mengejutkan lagi adalah penemuan yangnmengatakan bahwa lapisan udara yang begitu tebal tersebut ternyata bergerak mengikuti rotasi bumi, sebagai akibat tarikan gravitasi bumi). Adapun bulan, yang menandai wilayah lingkup meteorologi, berjarak rata-rata 384.000 km. selain bicara tentang lapisan-lapisan bumi, meteorlogi juga bicara tentang benda-benda dan peristiwa yang terjadi antara bulan dan permulkaan bumi. Benda-benda langit yang dimaksud adalah ternasuk awan, udara, salju, hujan. Sedangkan peristiwa yang dimaksud adalah apa yang terjadi pada dan di antara benda-benda tersebut, seperti formasi awan dan badai besar (urricance), badai (angin, salju, angin puting beliung, tornedo), kilat, halilintar, salju, hujan es, dll),

Ketika perhatian turun ke bumi, maka sains mengkaji bidang-bidang yang berbeda, seperti yang berkenaan dengan unsur-unsur (dibahas dalam kimia), ruang, waktu dan berak benda-benda (sebagai kajian utama fisika), kemudian benda-benda mineral (mineralogi), tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan (biologi), tentang pikiran dan gejala mental manusia (yang dibahas dalam psikologi) dan budaya yang dibahas dalam sosiologi. Dalam bidang fisika, sains modern telah membongkar rahasia terdalam dari dunia fisik, tidak terbatas hanya pada atom,--yang dulu dipandang sebagai bagian atau komponen terkecil dunia fisik yang tak bisa dibagi lagi,--tapi lebih dalam dari itu, menyelam ke dunia di bawah level atom (sub-atomic level), dengan ditemukannya hadron dan quark. Fisika juga menemukan beberapa daya fundamental alam seperti gravitasi, elektromagnetik, golombang nuklir lemah (weak force) dan gelombang nuklir kuat (strong force). Di bidang minerologi, telah ditemukan substansi-substansi mineral yang jauh lebih mahal dari pada emas,mperak bahkan intan dan berlian, seperti uranium dan plutonium. Selain itu, terungkap juga suatu kekuatan besar yang tidak terbayangkan sebelumnya yang justru muncul dari substansi yang paling kecil, yaitu atom dan bahkan dari inti atom, yaitu daya atom atau nuklir.

Di ranah biologi, mata kita juga terbuka akan kemungkinan penciptaan alam, dan khususnya penciptaan makhluk-makhluk organik, secara evolutif, padahal selama kini kita hanya memahami penciptaan secara kreasionis, artinya bahwa makhluk-makhluk hidup ini tercipta secara sendiri-sendiri seperti yang kita lihat, dan bukan sebagai hasil sebuah evolusi. Biologi juga telah menemukan sistem saraf, yang sangat penting dalam mempengaruhi seluruh aktivitas fisik manusia yang berpusat di otak. Dikenallah di sini dua macam sel saraf (neuron) manusia, yang berhubungan dengan penginderaan (sensasi) manusia, yaitu sel saraf sensoris, dan yang berhubungan dengan gerakan manusia, baik untuk mendapatkan atau menghindarkan sesuatu yang disebut sel saraf motoris. Di sini juga didiskusikan sebuah peristiwa sangat kecil yang disebut sebuah sinapsis, sebuah struktur yang memungkinkan sebuah sel saraf untuk melepaskan sejumlah signal elektrik atau kemikal (disebut neurotransmitter) ke sel yang lain. Dan kerja saraf ini luar biasa cepatnya, sehingga dalam masa kurang dari satu detik sel-sel saraf ini bisa melakukan puluhan juta neurotransmission, baik melalui sel sensoris ke otak atau sebaliknya dari otak melalui sel saraf motoris ke tempat tertentu yang terkena luka (the effected) di tubuh kita.

Dai ranah psikologi, kita dikagetkan oleh pernyataan Freud, pendiri Psychoanalysis, bahwa seks (libido) merupakan pendorong tak sadar dari semua tundakan manusia. Apapun yang kita lakukan,--apakah itu bekerja, bersekolah, beemain, merokok--semua dikendalikan oleh dorongan seksual, atau terkait dengan itu. Puisi bahkan agama tak lain daripada sebentuk sublimasi dari dorongan libido. Sedangkan John Watson, pendiri Behaviorisme, menyatakan bahwa tingkah laku manusia, sepenuhnya dikendalikan oleh kerja otak melalui sel-sel saraf (sensoris maupun motoris) yang menyebar keseluruh tubuh. Sedangkan tindakan yang diambil seseorang, baginya, tak lain dari pada respon deterministik terhadap stimulus yang muncul di sekitar kita, sehingga muncullah S+Rtheory. Kesan yang mendalam bagi saya dari Watson adalah kenyataan bahwa ia telah melakukan penelitian kepada sesuatu--yang tidak pernah dilakukan oleh siapapun sebelumnya,--yakni, tingkah laku manusia yang bersifat empiris, tanpa mengaitkannya dengan agen-agen non-fisik dan spiritual, tetapi langsung dengan kegiatan-kegiatan neuron. Dengan ini ia telah menyingkapkan banyak hal yang selama ini tersembunyi atau terabaikan dari pantauan.

Terakhir, saya juga bisa belajar banyak dari para ahli sosiologi, terutama damarkasi yang mereka tarik antara "das sain" dan "das solen," yakni antara "apa yang ada," dan "apa yang seharusnya." Ini penting, terutama bagi mereka yang ingin mengetahui realitas sosial sebagaimana adanya dan bukan, seperti kebanyakan kita, sebagaimana seharusnya atau seidealnya. Dari sosilogi, yang dikembangkan dalam perspektif sains modern, saya bisa belajar bagaimana mempelajari sebuah gejala (fenomena) sosial, khususnya agama, secara empiris. Jadi saya tahu dari mereka 6 aspek dari agama yang bisa dipelajari secara empiris-sosiologis, yaitu: (1) esensi agama: meneliti lokus religiusitas yang sebenarnya, apakah pada kosep, tingkah laku atau akhlak, atau perasaan, atau, seperti dikatkan Rodulf Otto, pada idea kesucian (the Holy); (2) asal-usul agama: meneliti asal-usul agama, misalnya dari animisme, ke dinamisme, ke polytheisme dan monotheisme, atau dari mitos, ke theologi, kemudian ke metafisik dan sains, seperti yang dikatakan August Comte; (3) aspek deskripsi agama: penelurusan esensi agama melalui fenomenologi dari fenomena agama yang beragam menuju komponen dasar yang selalu ada di setiap agama; (4) fungsi agama: yang meneliti misalnya pengaruh agama terhadap kegiatan ekonomi, seperti yang digambarkan oleh Max Weber terhadap Protestan dalam bukunya yang terkenal, the Protestant Ethics and the Rise of Capitalism, (5) Bahasa Agama yang menurut Ernst Cassirer dan Suzan Langer, tidak bisa disamakan saja dengan bahasa biasa, karena sifatnya yang simbolis, sehingga dengan itu ia akan senantiasa bersifat transenden dan tak bisa dibatas dalam ruang maupun waktu, dan terakhir (6) perbandingan agama, di mana agama-agama dianalisa melalui studi komparasi yang simpatik dan objektif, bukan untuk menentukan mana yang lebih baik dan benar, tapi untuk saling memahami dan untuk tujuan damai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khutbah Jumat; Menepati Janji

Profil Singkat KH. Muhammad Bakhiet

SYAIR ABU NAWAS