Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2014

Kesungguhan Membawa keberuntungan

Pada zaman dahulu, di padang pasir yang tandus, hiduplah seorang pemuda yang sangat percaya dengan Allah SWT dan sangat yakin dengan sabda-sabda Rosul SAW, sebutkan saja namanya Farhan. dengan segala keyakinannya farhan berangkat dari negeri syam menuju mekkah untuk melaksanakan umroh, terniatlah dalam hatinya sambil berdoa "ya Allah alangkah indahnya jika perjalanan yang suci ini saya diampingi oleh seorang perempuan (istri)" maklumlah farhan ini masih belum mempunyai pasangan dalam hidupnya. diperjalan farhan beristirahat untuk melepas lelah, dipandangnya langit yang begitu indah dengan cahaya matahari yang begitu terik, farhan bergumam "begitu banyaknya penduduk disini, tapi adakah seorang perempuan yang cantik yang ingin menjadi istrinya" lalu dengan semangat yang menggebu, bernajaklah farhan dari tempa duduknya dan ia memsauki kampung untuk bertemu dengan warga disana. farhan: wahai saudaraku, adakah perempuan yang paling cantik dikampung ini? B : pe

Pesan untuk Presiden Baru, JOKOWI-JK

Oleh: M. Quraish Shihab Bapak Joko Widodo dan Bapak Jusuf Kalla, Izinkanlah saya menyampaikan taushiyah kepada Bapak berdua. Taushiyah yang pernah disampaikan oleh sekian orang bijak kepada sekian kepala pemerintahan. Saya menyampaikannya bukan karena menduga Bapak tidak tahu, tidak juga merasa bahwa Bapak akan melakukan hal buruk, tapi sekadar mengingatkan, karena manusia di tengah kesibukannya atau semangatnya yang menggebu seringkali lengah atau lupa. Pak Jokowi dan Pak JK, Ingatlah – ketika Bapak berdua – besok Insya Allah diangkat sebagai kepala negara dan wakil kepala negara, bahwa Allah swt. merestui seseorang menjadi imam/ kepala negara, dengan tujuan menjadi penegak segala yang roboh, pelurus segala yang bengkok, pelaku perbaikan segala yang rusak, menjadi kekuatan bagi yang lemah, keadilan bagi yang teraniaya, serta tempat berlindung semua yang takut. Kepala negara yang adil bagaikan penggembala yang sangat kasih terhadap gembalaannya. Ia mengantarnya ke

JADILAH SEPERTI PELAMPUNG

Oleh: Mulyadhi Kartanegara Kalau gak salah Rumi pernah berkata: "Jadilah seperti pelampung, yang di manapun berada ia akan tetap muncul di permukaan." Selintas, ungkapan tersebut seperti tak begitu istimewa, karena ya begitulah sifat dari pelampung. Tapi ada makna lain yang lebih dalam dari ungkapan tersbut, yang begitu berarti tapi tak selalu mudah untuk dicapai. Dengan ungkapan tersebut, sesungguhnya Rumi mengingankan kita, untuk senantiasa menjadi orang yang senantiasa berada di posisi atas, yakni menjadi orang yang terkemuka, seperti halnya pelampung, atau menjadi pemimpin, di mana pun kita berada: di kampung asal kitakah, di kantor tempat kita bekerjakah, di lingkungan baru di mana kita tinggalkah, hendaknya kita terus menjadi orang yang terkemuka atau pemimpin. Bukan menjadi pemuka atau pemimpin dengan cara merebut kedudukan orang lain, tetapi menjadi pemimpin karena sifat dasar dan kepemimpinan kita sendiri, karena keperdulian kita pada masyarakat di sekitar, kesi

Khutbah IdulAdha: Hikmah Idul Qurban dan Keshalehan Nabi Ibrahim

Di pagi hari yang penuh barokah ini, kita berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Baru saja kita laksanakan ruku’ dan sujud sebagai manifestasi perasaan taqwa kita kepada Allah SWT. Kita agungkan nama-Nya, kita gemakan takbir dan tahmid sebagai pernyataan dan pengakuan atas keagungan Allah. Takbir yang kita ucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti. Tetapi merupakan pengakuan dalam hati, menyentuh dan menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman. Allah Maha Besar. Allah Maha Agung. Tiada yang patut di sembah kecuali Allah.  Karena itu, melalui mimbar ini saya mengajak kepada diri saya sendiri dan juga kepada hadirin sekalian: Marilah kita selalu bertawa kepada Allah SWTdengan menundukkan kepala dan jiwa kita di hadapan Allah Yang Maha Besar. Campakkan jauh-jauh sifat keangkuhan dan kecongkaan yang dapat menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT. Sebab apapun kebesaran yang kita sandang, kita kecil di hadapan Allah. Betapapun perkasanya kita, masih lemah dihadapan

MENGAPA ZAT TUHAN TIDAK BISA KITA KETAHUI?

Oleh: Prof. mulyadhi KartaNegara Sudah lama para filosof berbicara tentang ketidakmungkinan kita mengenal zat atau esensi Tuhan, sehingga muncullah istilah negative theology atau "via negativa." Kaum Neo-Platonis menyebut Tuhan, the Great Unknown . Kaum Taois di cina, pernah mengatkan, kalau ada orang yang mengatakan inilah Tao, maka pasti itu bukanlah Tao. Budha sendiri juga memandang sia-sia orang menanyakan tentang hakikat Tuhan. Ketika ditanya apa itu Tuhan, beliau menjawab, lebih baik kita tidak menanyakan itu, tapi tanyakan bagaimana cara mendekatkan diri pada-Nya.  Pertanyaannya mengapa, tak bisa diketahui? Jawaban al-Qur'an adalah "karena tak ada suatu apapun yang sama atau serupa dengan-Nya." (ليس كمثله شيئ). Jadi apapun yang kita bayangkan tentang Tuhan, apapun konsep kita tentangnya, maka pastilah ia merujuk pada sesuatu, padahal telah jelas bahwa Ia berbeda dengan sesuatu apapun. KeberbedaN Tuhan dengan apapaun termasuk dengan manusia yang